Kamis, 14 Februari 2013

Menjaga Janji Suci


Yunda menggoyangkan kepalanya ke kiri dan ke kanan. Di tangannya tergenggam sebuah smartphone putih yang terhubung melalui kabel ke telinganya. Sejak lima belas menit yang lalu, Yunda membunuh waktu menunggunya hingga halte berikut dengan mendengar lagu. Lagu-lagu lawas Indonesia yang membuatnya semakin kangen pada kampung halamannya itu.

Smarphone pada genggamannya tiba-tiba menyala. Notofikasi dari sebuah pesan yang masuk ke e-mailnya. Yunda mengerjapkan kedua matanya yang sebelumnya tertutup saat mendengarkan lagu. Dinyalakannya pengaktif touchscreen pada smartphone-nya kemudian dibukanya pesan itu. Dari Agy.

Yun, si Todi udah nikah! Kemaren tanggal 12 waktu Indonesia. Gue juga baru denger berita ini pas kepoin facebook-nya. Lu musti buka facebook dia dan labrak langsung, Yun.

Terlihat sebuah attachment terlampir bersama pesan dari Agy tersebut. Yunda yakin attachment itu berisi foto yang baru saja didapatkan Agy dari facebook Todi. Yunda sama sekali tidak berniat untuk membuka attachment itu.

Sepotong hatinya terasa nyeri saat mendengar berita yang benar-benar fresh bagi otaknya itu. Todi, masa lalunya saat masih di Indonesia, akhirnya memutuskan untuk menikah. Tentunya bukan dengan dirinya.
Todi sempat mengusulkan untuk Long Ditstance Relationship saat Yunda memutuskan untuk mengambil beasiswa ke Turki yang ditawarkan padanya. Namun Yunda menolak. Ada sebagian dari dirinya yang tidak ingin membuat Todi menunggu terlalu lama. Karena baginya pergi ke Korea adalah mengejar impiannya. Dia tidak cukup kejam untuk membiarkan Todi menunggunya selama itu. Karena itu, dia memutuskan untuk melepaskan Todi.

Yunda melepaskan kedua earphone-nya. Di bukanya facebook milik Todi seperti perintah Agy barusan. Dilihatnya Todi bersama sang istri tengah berfoto bahagia, berdampingan bak seorang putra sultan dan istrinya.

Tidak perlu melabrak Todi seperti kata Agy. Baginya tidak masalah jika Todi menikah dengan gadis lain tanpa memberi berita sama sekali pada Yunda. Dia sendiri yang mengijinkan Todi untuk melepasnya, begitupun yang dia harapkan dari Todi pada dirinya.

“Aku senang kau telah memutuskan untuk mengucapkan janji suci bersama istrimu itu,” Yunda bergumam seraya membelai foto virtual Todi di smartphone-nya. “Setidaknya kita berdua bahagia dalam kamus kita masing-masing.” Yunda tersenyum. “Tuhan telah menjaga kita dengan caranya. Mungkin kita tidak akan pernah menyadarinya jika Tuhan tidak memisahkan kita dengan cara ini. Jagalah janji sucimu bersama istrimu, dan aku akan berjanji untuk menjaga janji suciku dengan suamiku kelak.”

 #FF2in1


What's With Valentine?


“Katanya kalau kita makan cokelat ini di depan orang yang kita suka, orang itu bakalan suka sama kita!” Terdengar hiruk pikuk yang berasal dari meja di pojok kanan kelasnya. Ayu melirik pusat keramaian itu dan mendapati kepala Adin menyembul dari balik kerumunan itu. Ayu menggeleng tidak percaya. Lagi-lagi Adin menyebarkan menjual dagangannya dengan janji-janji palsu. Geli sekali mendengar janji yang diteriakkannya, diantara tidak masuk di akal dan terdengar sangat ‘magical’.

Surya tiba-tiba datang dan duduk di bangku sebelahnya. Sepupuya itu terlihat sama tidak percayanya dengan Ayu dan memasang wajah geli campur mengejek. Wajar saja dia tidak percaya hal semacam ini, dia kan cowok. Ayu rasa Adin pun tidak kalah tidak percayanya dengan hal seperti ini.

"Sampai kapan sih si Adin mau menjual dagangannya dengan cara seperti ini? Mengerikan," komentarnya tanpa memandang Ayu.

Ayu hanya membenarkan jilbabnya kemudian tersenyum. "Kalau begitu kenapa tidak kau tegur? Kau kan wakil ketua OSIS, punya nama lah."

"Biarin lah, tunggu sampai dia kapok sendiri," Surya menggelengkan kepalanya kencang-kencang kemudian menyilangkan tangan di depan dada.

Tadi katanya sampai kapan? Sekarang disuruh tunggu sampai kapok, Ayu kembali tersenyum sambil membatin.

"Kenapa kau tidak ikut-ikutan bersama cewek-cewek labil di sana, Yu?"

"Karena bagiku Hari Kasih Sayang itu adalah setiap hari. Dan kasih sayang tidak perlu ditunjukkan dengan cokelat kan? Kasih sayang Tuhan pada kita bahkan bisa dilihat setiap detiknya. Tuhan memberikan udara, air, sinar matahari, kehidupan dan lain-lainnya setiap hari. Coba hitung betapa banyak kasih sayang yang diberikan Tuhan? Belum lagi kasih sayang Ibu yang selalu membangunkan kita di pagi hari dan menyiapkan makan. Bukankah itu lebih berharga daripada sebutir cokelat dan ucapan 'Aku Sayang Kamu'?"

Surya akhinya menengok ke arah Ayu.

"Aku bahkan bisa membagi kasih sayangku padamu dengan mengajarimu Fisika. Heh, sudah sampai mana tugasmu? Minggu depan dikumpulkan kan?"

"Yah, jangan mengingatkanku pada tugas itu dong. Malas ah."

"Hus, sepupuku ini. Aku malu melihatmu selalu dikerjai oleh Bu Indah karena tidak pernah mengerjakan tugas. Ayo cepat kerjakan!"

"Aaah, Ayuuu...!"

#FF2in1

Jumat, 27 April 2012

Jenuh


Ada kalanya manusia butuh kesendirian. Ketika hati ini mulai jenuh dan mudah dirasuki pikiran buruk tentang saudara-saudara yang ada di sekeliling kita, maka menjauhlah untuk sementara. Carilah cahaya Allah pada masa-masa kesendirian itu. Berusaha lebihlah untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Karena sesungguhnya Allah lah sumber segala solusi untuk manusia.


Tanyakanlah pada diri, apa yang menyebabkanmu jenuh terhadap kehidupan dunia.
Apakah karena terkecewakan oleh perilaku seseorang yang sebelumnya menjadi idola dan panutan bagi kita?

Kamis, 19 April 2012

Allah, hatiku resah...


Allah...
Hatiku resah...

Ternyata selama ini aku punya kekasih lain selain dirimu...
Kekasih pertamaku:
Aku lebih mementingkan akademikku di dunia daripada akademikku pada-Mu,
Kekasih keduaku:
Aku lebih memilih pergi berjalan-jalan ke mall bersama temanku daripada pergi ke majelis-majelis yang mengingatkanku pada-Mu,
Kekasih ketigaku:
Aku lebih memilih mendengarkan lagu dunia daripada mendengarkan lagu yang mengingatkanku pada-Mu,
Kekasih keempatku:
Aku lebih memilih mengobrolkan dunia daripada bertasbih pada-Mu,
Kekasih kelimaku:
Aku lebih memilih membaca novel dan komik daripada membaca surat cinta-Mu.
Kekasih keenamku:

Senin, 16 April 2012

Last Promise [Cerpen]


Last Promise

by. Aisyah Wahyu Wardani

Fathin menatap pada cangkir berisi minuman kesukaannya, mocca latte. Pandangannya kosong, hati dan pikirannya memikirkan sesuatu—yang sebenarnya sangat malas untuk dia pikirkan saat ini. Jari tangan kanannya mengelus-elus bibir cangkir minumannya, dia menunggu wanita di depannya ini mengatakan sesuatu. Sudah sejak 10 menit yang lalu sejak wanita ini mengajaknya bertemu di salah satu cafe terdekat dengan kantor Fathin, dia belum mengatakan apapun.

“Raisa—”

“Fathin!” perkataan Fathin terpotong oleh seruan wanita di hadapannya yang tiba-tiba.

“Pulanglah!” seruannya tidak mengecil, wanita yang dipanggil Raisa itu memandang Fathin dengan sungguh-sungguh. Sejak 10 menit yang lalu dia selalu menunduk, memikirkan kata-kata apa lagi yang harus diberikannya pada kakak 3 menitnya itu untuk melunakkan hatinya.

Ya, Fathin dan Raisa adalah saudara kembar. Fathin telah sangat lama meninggalkan rumah sejak Ayahnya mengusirnya karena Fathin tidak mau melanjutkan meneruskan usaha keluarga dan malah memilih bekerja di Jakarta.

Senin, 09 April 2012

Bapak Tua Penjual Koran



Teringat satu hari sibuk saat dikampus, dimana agendaku sudah terangkum padat.

Ketika itu aku sedang menunggu balasan sms dari temanku yang minta ditemani dan ditonton saat seminar.
Aku duduk di kursi dan meja panjang di depan gedung kuliah temanku, mengeluarkan buku untuk dibaca saat menunggu. Maklum, sore nanti aku akan mengisi mentoring, sudah sepatutnya mereview dulu sebelum mengisi. Agar lebih siap dan yakin saat mengisi nanti.

Tiba-tiba seseorang menghampiriku yang sedang menunduk membaca buku di tempat duduk yang sepi mahasiswa itu. Aku menegok dan melihat seseorang yang sering aku lihat di depan gerbang masuk kampus, biasanya menjual tali sepatu warna-warni di tangannya. Bapak Tua itu, yang selalu aku lewati saat menjajakan dagangannya dengan senyum menolak, menandakan bahwa aku tidak akan membeli dagangannya. Oh, Allah, akhirnya aku bertemu dengan Bapak Tua ini. Bapak Tua yang terkenal di dunia sosial media mahasiswa Unpad. Terkenal tanpa diketahui oleh Bapak Tua itu sendiri. Banyak orang yang mempostingkan realita kehidupan Bapak Tua yang tidak diketahui namanya ini di FB. Mereka melakukan wawancara singkat pada Bapak Tua itu karena kasihan melihatnya yang kurus dan menyedihkan selagi menjual tali sepatunya yang tidak laku-laku. Sudah lama aku merasa tersentuh dan ingin membantu Bapak Tua itu namun bingung apa yang harus kulakukan untuk membantu Bapak itu karena aku tidak membutuhkan tali sepatu.

Mentoring Yuuuk


Suatu malam Umar ibn Al-Khattab keluar rumah hingga tiba di Baitul Haram. Dia menyibak kain penutup Ka'bah, dan dilihatnya Nabi Muhammad SAW sedang berdiri melaksanakan shalat. Saat itu beliau membaca surat Al-Haqqah. Umar menyimak bacaan Al-Qur'an itu dan dia merasa takjub terhadap susunan bahasanya. Dia berkata dalam hati, "Demi Allah, tentunya ini adalah ucapan seorang penyair seperti yang biasa diucapkan oleh orang-orang Quraisy."

Disaat yang sama Nabi SAW membaca,
"Sesungguhnya Al-Qur'an itu adalah benar-benar wahyu (Allah yang diturunkan kepada) Ras yang mulia, dan Al-Qur'an itu bukanlah perkataan seorang penyair. Sedikit ksekali kalian beriman kepadanya." (Al-Haqqah:40-41)

Umar berkata dalam hati, "Kalau begitu ucapan tukang tenung."

Nabi SAW membaca,
"Dan, bukan pula perkataan tukang tenung. Sedikit sekali kalian mengambil pelajaran darinya. Ia adalah wahyu yang diturunkan dari Rabb semesta alam."

Beliau meneruskan bacaannya hingga akhir surat. Mulai saat itulah Islam mulai menyusup ke dalam hatinya. Tetapi, dia tetap berkeras memerangi Islam hingga tiba waktunya Allah mengabulkan permohonan Rasulullah SAW untuk menngokohkan Islam dengan salah satu Umar. Umar ibn Al-Khattab lah orangnya.


-Sirah Nabawiyah oleh Syaikh Shafiyyurahman Al-Mubarakfuri-


Teman-teman tentunya tahu kelanjutan ceritanya? Bagaimana Umar bin Khattab akhirnya, melalui perantara adik dan iparnya, benar-benar tersentuh oleh apa yang dibawa Nabi Muhammad SAW  dan kemudian masuk Islam.

Begitu sulitnya Umar bin Khattab meninggalkan ajaran jahiliyahnya ketika itu hingga walaupun hatinya telah tersentuh dengan ayat-ayat Allah, dia masih saja berusaha untuk memerangi Islam. Sama halnya dengan paman Rasulullah, Abu Tholib, yang hingga akhir hayatnya masih belum juga mengucapkan kalimat syahadat. Padahal Abu Tholib berjanji untuk melindungi Rasulullah dan membiarkannya menyebarkan agama Islam, tapi Abu Tholib tetap tidak mau masuk kepada agama yang dibawa keponakannya. Apalagi Abu Jahal, salah satu Umar yang Rasulullah doakan untuk masuk Islam namun tidak terpilih, berusaha dengan segala upaya untuk memerangi Rasulullah dan orang-orang Islam.